Kepridot.id – Kue batang buruk, kuliner tradisional khas Kepulauan Riau, menjadi daya tarik di daerah Bintan dan Tanjung Pinang. Meskipun namanya unik, kue berukuran 3-4 sentimeter ini memiliki rasa lezat dan sering disajikan dalam acara khusus, termasuk perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Keunikan nama kue ini berasal dari legenda lokal, Kisah Cinta Wan Sendari. Legenda ini menceritakan asal-usul kue batang buruk yang bermula dari cinta Wan Sendari pada Raja Andak. Meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan, Wan Sendari menciptakan kue ini di dapur istana untuk menghibur dirinya. Kue ini khusus karena hancur saat digigit, kecuali ketika dimakan oleh Raja Andak.
Filosofi di balik kue batang buruk, “biar pecah di mulut jangan pecah di tangan,” mencerminkan etika bangsawan dalam menyantap makanan. Kue ini menjadi pesan bijak tentang kesopanan dan etika di Kerajaan Bintan.
Resep kue batang buruk melibatkan dua adonan, yaitu adonan kulit dan adonan isian/taburan. Adonan kulit terbuat dari campuran tepung gandum, tepung beras, tepung kelapa, dan mentega. Setelah digoreng hingga matang, kulit kue yang berongga akan diisi dengan serbuk kacang hijau, gula halus, dan susu. Kue ini sangat cocok dinikmati bersama teh atau kopi panas dalam suasana keluarga atau bersama sahabat.
Kue batang buruk, selain sebagai kuliner lezat, juga menjadi bagian dari warisan budaya Kepulauan Riau yang patut dijaga dan dilestarikan.
Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id/indonesia.go.id/disbud.kepriprov.go.id